Kunjungi Facebook saya

Profil Facebook Agung K. Saputra

08 Oktober, 2008

MENJEMPUT IMPIAN
(Refleksi Perjalanan Hidup Seorang Anak)
oleh : A.J Agung K Saputra



MENJEMPUT IMPIAN

Indah larik pelangi, seusai hujan membuka hari
Samar dirajut mega, garis wajahmu lembut tercipta
Telah jauh kutempuh perjalanan
Bawa sebentuk cinta, menjemput impian
….
Kau dan aku jadi satu, arungi laut biru
Takkan ada yang kuasa mengusik haluannya
Kau dan aku jadi, satu sambut datangku
Sekian lama waktu telah mengurai makna
Cinta kita gemerlap terasah masa
Kan kubuat prasasti dari tulusnya janji:
Walau apa terjadi tetap tegak berdiri
Bersama kita jemput impian

( Lagu “Menjemput Impian” oleh KLA Project )



Kelahiran seorang anak sudah barang tentu sangat dinanti-nantikan dengan pehuh harap. Berbagai sambutan, hadiah sampai selamatan dan kenduri, barangkali telah dipersiapkan oleh orang-orang terdekat. Setelah seorang ibu bersusah payah mengandung selama 9 bulan dan kemudian masih harus berjuang sekali lagi saat proses melahirkan, akhirnya ….. ah lega, lahirlah sewujud bayi kecil di jagat ini. Sang ayah yang yang pula menanti-nanti dengan cemas, sambil bersusah payang mencari tambahan uang untuk si kecil, boleh bernafas lega.
Seperti indahnya larik pelangi seusai hujan membuka hari. Indah dan bahagia mengetahui si kecil sehat, lucu dan tak kurang suatu apa.
Namun apa jadinya apabila si kecil yang telah ditunggu-tunggu dengan segudang harapan, ternyata mengalami satu atau beberapa kelainan ? Sebagai manusia biasa, kekecewaandan penolakan pastilah muncul. Tapi apa memang begitu ?

DITOLAK
Adalah seorang Vincent, bocah berusia 3 tahun saat ini, yang boleh disebut anak yang kurang beruntung itu. Dia adalah salah satu dari beberapa anak asuh yang menggantungkan hidupnya di bawah asuhan para suster ALMA. Tanggal lahirnya pun para suster tidak begitu jelas tahu, namun yang jelas pada tanggal 24 September 2001 sang bocah ini diantar ke wisma, sehingga tanggal itu menjadi tanggal yang paling berarti dalam hidupnya.
Sejak beberapa bulan setelah menghirup udara dunia ini, Vincent menderita suatu penyakit yang bahasa medisnya Hidrocephalus, yakni pengumpulan cairan otak yang berlebihan di rongga tengkorak, yang menyebabkan lambat laun kepala si bayi terus membesar. Pembesaran ini tentu saja menghambat pertumbuhan alami sel-sel otak dengan segala akibatnya, termasuk gangguan di syaraf tubuh secara keseluruhan.
Awalnya seorang aktivis sosial gereja setempat yang “menemukan” Vincent, di suatu daerah semi pedalaman di Kalbar. Vincent terlahir dari keluarga yang dalam strata menengah keatas, pedagang adalah pekerjaan si orang tua. Namun tampaknya tiada usaha dari si orang tua untuk memberi perhatian lebih terhadap Vincent dan penyakitnya. Entah karena apa. Akhirnya dengan usaha dari aktivis sosial ini, tersiarlah kabar tentang wisma bahakti luhur dan kegiatannya. Dalam tempo yang tak terlalu lama, si orang tua membawa Vincent kecil ke wisma dan mempercayakan kehidupan vincent pada para suster. Setelah penyerahan yang singkat itu, resmilah Vincent sebagai slah satu keluarga besar wisma Bhakti Luhur di Pontianak bahkan di Indonesia. Namun sayang sungguh sayang, perjumpaan pertama para suster dengan orang tua Vincent waktu itu adalah terakhir kalinya. Sejak saat itu sampai sekarang tiada kontak dengan orang tua Vincent. Vincent kecil pun tak sempat berucap selamat tinggal pada orng tuanya. Waktu itu umurnya baru 5 bulan. Vincent kecil ditolak keberadaannya ??

HILANG HARAPAN
Ditolak oleh orang tuanya, mungkin, dengan segudang alasan tentunya, kita tak tahu pasti. Namun oleh para suster dan perawat di wisma, Vincent justru diterima dengan kasih yang terbuka. Vincent dipandang sebagai manusia juga yang sedang bertumbuh. Walaupun dengan penyakit yang menyertainya, yang mengakibatkan serangkaian hambatan bagi pertumbuhannya. Sewaktu datang ke wisma, kondisi Vincent sangat memprihatinkan. Dada, kaki dan lengannya yang kurus kering sangat kontras dengan kepalanya yang begitu besar, sampai sampai kelopak matanya-pun tak kuasa terpejam. Kaki dan tangannya terbujur kaku (spastik) tanpa gerakan, ditambah rintihan dari mulutnya yang mungil selalu terdengar, karena untuk menangis dia tak sanggup lagi.
Melihat keadaan yang seperti itu, para suster berdaya upaya untuk memberi pengobatan yang semestinya kepada Vincet. Operasi. Itulah satu-satunya pengobatan yang mungkin bagi Vincent, menurut dokter saat itu. Atas berkat rahmat Tuhanlah ada seorang dermawan yang mau menanggung seluruh biaya operasi, sehingga para suster tak perlu pusing memikirkannya. Akhirnya setelah operasi yang begitu melelahkan, terpasanglah sebuah selang kecil yang ditanam di balik kulitnya, menembus rongga kepala, untuk mengalirkan kelebihan cairan otak ke perut. Setelah 50 hari opname Vincent dengan selang dikepalanya diijinkan pulang.
Namun operasi ternyata belum membawa kesempuhan total bagi Vincent. Hari lepas hari perkembangannya begitu lambat. Setelah beberapa kali kontrol dan beberapa kali perbaikan posisi selang, dokter menyatakan kondisi Vincent begitu sulit untuk ditangani, dengan kata lain, secara medis tiada lagi hal yang bisa dilakukan, alias angkat tangan. Sontak mendengar kabar itu, sedih, payah dan putus asa bercampur jadi satu di benak para suster dan pengasuh Vincent. Tiada lagi harapan sepertinya. Dengan langkah gontai Vincent kecil dibawa kembali ke wisma.

CINTA
Telah jauh kutempuh perjalanan, bawa sebentuk CINTA, menjemput impian. Itulah kata yang mungkin tersemat di hati para pengasuh. Vincent telah menempuh perjalanan panjang di umurnya yang belum genap 1 tahun, kini hanyalah CINTA yang bisa menyembuhkannya. Keyakinan itulah yang tampaknya dipegang teguh para suster dan perawatnya. Hari demi hari, dalam kondisinya yang masih lemah, para suster tetap memberikan kasih dan cintanya, seperti halnya terhadap anak wisma yang lain. Vincent yang malang tetap diperlakukan sebagai seorang anak kecil yang tentunya haus kasih sayang.
Selama 1,5 tahun ini Vincent bahkan harus tidur duduk, dengan kepala lebih tinggi, ini untuk menjamin aliran cairan dari kepala lewat selang berlangsung lancar. Dengan demikian tugas para susterlah dengan penuh kesabaran menggendong Vincent di malam-malam sampai 1,5 tahun ini. Tak ayal mereka-pun ikut-ikutan tidur sambil duduk. Kelelahan dan kebosanan para pengasuh tentunya bukan barang aneh. Tapi semangat, cinta dan sayang mereka kepada anak-anak yang mampu menepis hal itu.
Hari demi hari perkembangan Vincent terus diperhatikan oleh pengasuhnya, walu sekecil apapun. Pergerakan jemari nya yang mulai bisa mengenggam, kakinya yang tak lagi se-kaku yang dulu, matanya yang mulai bisa melirik kanan-kiri dan lengan serta betisnya yang tampak mulai berisi, adalah peristiwa yang patut menimbulkan ucapan syukur. Begitu pula dengan kepal yang mulai mengecil serta tangisnya yang mulai jarang, pertanda mungkin rasa sakit yang dideritanya mulai berkurang.

HAPPY BIRTHDAY
Sekarang usia Vincent sudah menginjak 3 tahun. Dengan usia sedini itu Vincent telah menempuh perjalanan yang begitu panjang dan berliku, berjuang antara hidup dan mati. Begitu pula dengan para pengasuhnya yang juga penuh perjuangan untuk tetap menebar kasih dan cinta dengan tak putus-putusnya. Maka tak berlebihannlah di usia yang ke-3 ini dibuatlah perayaan yang agak istimewa. Dirayakan dengan berkumpul, bernyanyi, bermain dan makan bersama teman-teman sewisma, para pengasuh, bahkan anak-anak sebaya di sekitar lingkungan wisma. Perayaan kecil ini tampaknya perayaan bagi perkembangan kondisinya yang akhir-akhir ini cukup pesat. Hal-hal kecil yang bagi anak-anak normal tampak biasa, menjadi luar biasa dan istimewa untuk seorang Vincent.
Memeng wajahnya masih belum menampakkan sebuah ekspresi senyum, namun sinar matanya tak dapt menipu, bahwa dia begitu bahagia berkumpul dengan semua orang yang mengasihinya, di hari ulang tahunnya. Vincent telah menemukan keluarga baru yang sangat mengasihinya jiwa dan raga. Andaipun ada harapan, barang kali dia masih ingin agar orang tua, yang melahirkannya, sudi menjenguk, untuk sekedar menunjukkan, aku masih hidup. Andaipun sekarang Vincent bisa berkata, barangkali dia mau berkata : “Kan kubuat prasasti dari tulusnya janji, walau apa terjadi, tetap tegak berdiri, bersama kita jemput impian…” Ya… menjemput impian dan harapanku. Bersama para suster dan pengasuh yang selalu mencintaiku. Untuk terus hidup 1 tahun lagi-kah ? 3 tahun lagi ? 5 tahun lagi ? 10 tahun lagi ? Atau sampai kapan-kah ? Tak ada yang tahu…….





Laut Jawa, 27 Mei 2004
Diolah berdasarkan wawancara dengan Sr. M G Windayani, ALMA,
kepala wisma Bhakti Luhur, Kotabaru, Pontianak, Kalbar.
Thanks to Rosa atas catatan syair lagunya.